Wednesday 19 October 2011

Ban Tahan Skid? Benarkah?

Oke, mungkin tulisan ini terlambat jika dibandingkan tren fiksih yang sudah mulai meredup.. Tapi tak apalah, toh tulisan ini tidak untuk ikut-ikutan tren semata...


(namun sebelumnya saya mohon maaf, terpaksa menyebutkan salah satu merk produk tertentu, tidak ada maksud review atau kepentingan pihak manapun, murni pandangan pribadi...)
Baiklah mari kita mulai...


Saya banyak melihat mereka (yang mengaku) Hipster atau para pesepeda fiksih yang menggunakan ban-ban impor, bahkan diantara mereka mengaku tahan skid. Ituloh salah satu bentuk mengerem dengan cara menghentikan laju roda belakang secara tiba-tiba, dengan demikian akan menimbulkan Friksi antara permukaan ban (karet) dengan permukaan jalan (aspal)..
Salah satu produk yang terkenal diantara para pengguna fiksih adalah Ban Cap Vittoria Randonneur. "Katanya" ban ini kuat buat skid karena ban ini memiliki beberapa bagian lapisan, sehingga ban  tidak akan cepat habis/bocor.


Tapi apakah demikian?
Mari kita telusuri dengan seksama.


Pertama,
Produsen menamai produknya dengan nama tertentu pastilah bukan tanpa tujuan. Biasanya nama suatu produk merepresentasikan fungsinya. Misalnya saja Vittoria Randonneur tersebut, coba sebelumnya kita googling dahulu apa arti Randonneur tersebut. 
Randonneuring (also known as Audax in the UK, Australia and Brazil) is a long-distance cycling sport with its origins in audax cycling. In randonneuring, riders attempt courses of 200 km or more, passing through predetermined "controls" (checkpoints) every few tens of kilometers. Riders aim to complete the course within specified time limits, and receive equal recognition regardless of their finishing order. Riders may travel in groups or alone as they wish, and are expected to be self-sufficient between controls. A randonneuring event is called a randonĂ©e or brevet, and a rider who has completed a 200 km event is called a randonneur.  Sumber
Bahkan dari Web Vittoria-nya sendiri, mengkategorikan sebagai ban City Trekking. Ketika saya googling mengenai review ban ini banyak yang mereview dari segi penggunaan touring.

Dan bukti yang paling nyata adalah ketika saya mudik ke Blitar kemarin bawa sepeda (ingat "Bawa Sepeda" bukan "Pake Sepeda"), saya bertemu dengan seorang Bike Packer asal Inggris yang sedang dalam misi keliling dunia. 





Mari kita zoom ban yang dia pakai...






Nah terlihat kan dia pakai Ban apa? Ya memang penggunaan sesuai dengan peruntukannya. Dan ketika saya melihat lebih detail, permukaan telapak ban sudah mulai terlihat permukaan merahnya... Ya saya rasa wajar, karena dia start dari Melbourne, Australia, kemudian masuk Indonesia via Bali, masuk ke Jawa Timur. Nanjak ke Bromo, sebelum ketemu kami di Blitar. 


Kedua,
Saya bukan ahli fisika dan memang tidak punya latar belakang ilmu pasti... Namun bagi saya adalah sebuah logika sederhana apabila sebuah Ban yang terbuat dari Karet (yang nota bene lebih lunak dari Aspal yang keras), apabila digerus dalam keadaan roda tidak berputar, maka tentu saja Karet akan kalah daripada Aspal...
Lain halnya jika ban tersebut terbuat dari Besi...


Nah, jika sudah demikian maka gak heran banyak pemakai Vittoria Randonneur mengeluh bannya habis kurang dari 6 bulan, padahal sudah beli mahal-mahal...


Memang ada ban cap Schwalbe Durano Skid yang menempatkan untuk pasar fiksih yang gemar skid... Tapi coba ingat lagi Poin kedua diatas...


Semoga dapat bermanfaat .


Salam :)

Thursday 6 October 2011

Segmentasi Pasar Memang Diperlukan dalam Berbisnis

Loh kok lagi-lagi jadi kayak tulisannya motivator gini? Mmmmm, engga juga sih, cuma mau berbagi pengalaman bertemu dengan klien pagi ini.
Sesuai dengan bidang usaha saya, di bidang pembersihan maka hari ini saya meeting dengan klien untuk pembersihan unit apartemennya di daerah Sudirman (sebenarnya bukan Sudirman juga sih, Casablanca tepatnya).

Sebagaimana pemahaman saya seperti umumnya, bahwa apartemen itu merupakan hunian alias tempat tinggal, alias rumah. Namun setelah sampai lokasi bersama sang klien, pemahaman saya tentang fungsi apartemen jadi bertambah. Sama halnya dengan ruko (rumah toko) atau rukan (rumah kantor), ternyata apartemen tersebut berfungsi juga sebagai kantor, alias tempat usaha. Rupanya dia tidak sendiri, praktek ini sudah umum dan diizinkan di gedung tersebut.

Baiklah, bukan mengenai apartemennya yang akan saya bahas di sini, tapi (sedikit intipan sok tau saya mengenai) bidang usaha si Klien.
Jika saya lihat sepertinya bidang usaha sang Klien bergerak di bidang Mode, terlihat dari banyaknya kostum, pakaian dan kain-kain di kantornya. Bahan yang digunakan cukup sederhana dan banyak kita lihat dimana-mana, yaitu Batik.
Lalu apa istimewanya? Batik kan sudah banyak beredar dan dijual dimana-mana. Di sini saya tidak membahas batiknya atau motifnya atau hal lain yang menyangkut batik ini (karena saya bukan ahli batik), apalagi banyak batik yang terpajang di kantornya tergolong "biasa", namun saya mau sedikit memberi gambaran bagaimana dia mengemas produk batik ini menjadi suatu hal yang ekslusif dan mahal.

Terlihat sang klien sangat pintar dalam menempatkan posisi untuk membidik pasar, alias segmentasi. Dia tidak hanya menjual batik sebagai sebuah produk pakaian saja, tapi juga mengemasnya menjadi satu kesatuan produk jasa yang menarik. Ternyata bidang usahanya adalah penata rias untuk acara pernikahan atau keperluan lain denga batik sebagai kostumnya.
Melihat domisili usahanya di sebuah apartemen mewah di kawasan Sudirman dengan layout ruangan yang juga minimalis mewah, maka sudah jelas dia membidik pasar menengah keatas. Namun, membidik akan jadi sebuah bidikan kosong apabila kita tidak kreatif mengemas dalam sebuah produk jasa tambahan, terlebih lagi apabila jasa tersebut sangat unik dan jarang ada orang lain yang sanggup.
Ya mungkin apabila dia hanya menjual batik sebagai suatu produk barang tanpa dikemas dengan produk jasa yang menarik lainnya (meskipun segmentasinya menengah keatas), orang belum tentu tertarik. Kasarnya begini: "ngapain beli batik doank di sana, mending ke Tanah Abang atau ke Butik sekalian".
Hal yang sama bisa saja terjadi di bidang usaha lainnya. Barang dengan harga Rp. 1.000 di pasaran bisa saja kita jual dengan harga Rp. 10.000 apabila kita mengemasnya dalam satu kesatuan dengan produk jasa lainnya yang menarik.

Dan tentu saja, segmentasi. Agar produk dan jasa yang kita jual jatuh ke pasar yang sesuai.